Senin, 15 Juni 2009

Menggugah Gerakan Penghijauan di Indramayu Yang Berkesinambungan dan Tak Hanya Seremonia

BIBIT HUTAN- Beginilah kondisi bibit hutan yang tengah disiapkan pihak Dinas Kehuitanan dan Perkebunan Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat untuk program penghijauan di Kota Mangga. (Foto : Satim)***
Sutanto Jaya, S. Hut, Seksi Produksi Hutan dan Perkebunan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Indramayu. (Foto : Satim)
Kawasan Kota Ingin Dihijaukan

Tapi Jangan Gunduli Pegunungan dan Pantai

INDRAMAYU – Ada yang agak ganjil dalam program penghijauan yang dilakukan di wilayah Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat. Kecenderungan semakin menekankan penghijauan di sekitar kota semakin kentara. Itu terlihat dengan pencanangan program penghijauan di kawasan Hutan Kota Indramayu, yang terletak di Jalan Pahlawan Indramayu, belum lama ini.

Ironisnya, belum ada gerakan yang signifikan soal pelaksanaan penghijauan di kawasan hutan pelindung pantai yang sekarang telah banyak berubah fungsi menjadi pertambakan, dan gerakan penghijauan di kawasan hutan industri yang sekarang telah berubah menjadi areal tumpangsari, misalnya di wilayah Kecamatan Kroya, Haurgeulis, dan Terisi. Meski ada pelaksanaan penghijuan, namun terkesan tidak maksimal.

Beberapa pemerhati lingkungan kerap mengingatkan, jangan sampai kawasan kota ingin dihijaukan, sementara pegunungan dan pantai diduga dibiarkan gundul.

“Kalau cuma kota yang dihijaukan, sama saja bohong. Pelaksanaan penghijauan itu semestinya harus berimbang dan merata di semua kawasan, baik kota, perkampungan, pegunungan, dan pantai harus serius dihijaukan semua tanpa kecuali,” ungkap Saprorudin, pemerhati lingkungan Indramayu.

Hingga kini, ToeNTAS News masih kesulitan untuk mendata perkiraan prosentase yang dihijaukan dengan areal yang digunakan masyarakat untuk “usaha”. Darto, Humas Perum Perhutani KPH Indramayu yang dihubungi, Jumat (12/6), konon, pihaknya belum bisa mengevaluasi prosentase yang dihujaukan dengan hutan industri berupa pohon kayu putih dan jati. Begitu pula dengan penghijuan hutan payau di kawasan pertambakan yang merupakan areal tanah kehutanan atau tanah milik negara. Padahal, pihak Perum Perhutani pun ikut memungut retribusi hutan dari warga yang mengelola tanah negara tersebut.

“Hingga akhir 2009 ini, kami masih akan mengevaluasi tentang pelaksanaan tumpangsari di kawasan dataran tinggi maupun pantai di Kabupaten Indramayu,” katanya.

Sedangkan Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Indramayu, Drs. H. Yayan Mulyantoro, MM melalui Seksi Produksi Hutan dan Perkebunan, Sutanto Jaya, S.Hut mengatakan, pihaknya hingga kini belum mengevaluasi prosentase kawasan hijau di areal hutan payau di pantai Indramayu, maupun hutan produksi yang berada di pegunungan Indramayu bagian Barat.

“Kalau retribusinya memang pihak kami pun memungutnya. Tapi kalau ditanya kawasan prosentase hijaunya, kami pun masih harus mengevaluasi lagi,” ujar Sutanto, Sabtu (13/6), di kantornya.

Perbincangan ToeNTAS News hari Jumat (12/6) dan Sabtu (13/6), baik Darto maupun Sutanto lebih banyak membicarakan soal tarif pungutan retribusi hutan yang dipatok berdasarkan Perda No. 13 Tahun 2002, yakni kawasan hutan industri yang dijadikan tumpangsari dengan "label" pemberdayaan masyarakat desa hutan (PMDH) dipungut Rp 100 ribu per hektarnya. Sedangkan warga yang membuka tambak di kawasan hutan payau milik Perum Perhutani, dipungut Rp 70 ribu per hektarnya. (Satim/Joko K) ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar